>Daur Ulang Hantu Wahabi

Kamis, 28 Agustus 2008

Rabu, 20 Agustus 2008 18:21

Oleh : Fahmi Suwaidi (Peneliti pada Institute of Sosial Research and Advocacy (ISRA)

Seorang kawan berdiskusi, kebetulan dia perwira menengah yang banyak berkecimpung dalam dunia intelijen, mensinyalir bahwa untuk membendung gelombang radikalisme dan terorisme di Indonesia, wacana Islam tradisionalis harus dikembangkan.

Hal itu urgen, katanya, untuk menghadapi arus fundamentalisme dan radikalisme atas nama jihad yang diusung oleh kelompok Wahabi. Paham keagamaan yang dikembangkan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab (1702-1791) di Saudi Arabia.



Paham ini di Indonesia sejalan dengan pemikiran Islam modernis yang dikembangkan ormas-ormas seperti Muhammadiyah, Persis dan Al Irsyad. Intinya pada pemurnian tauhid dari syirik, serta pemurnian ibadah dari takhayul, bid’ah dan khurafat (populer di kalangan Muhamadiyah sebagai TBC).

Kembali ke sinyalemen kawan tadi, ide pengembangan Islam tradisional positif-positif saja. Toh wacana itu positif dan merupakan bagian dari konstelasi ide umat di Indonesia maupun di dunia. Yang membuat kening berkerut justru ide kedua. Bahwa pemikiran Wahabi menjadi tertuduh untuk berbagai radikalisme dan terorisme atas nama agama dan perlu dibendung dengan memanfaatkan pemikiran tradisionalis.

Sinyalemen tadi cukup menggelisahkan. Fenomena teror mulai diarahkan penyelesaiannya kepada “kambing hitam ideologis”. Tak jelas apa penyebabnya, tapi misteri itu mulai terungkap dalam buku karangan Charles Allen berjudul “God’s Terrorists, the Wahhabi Cult and the Hidden Root of Modern Jihad” (Little Brown, London, 2006).

Buku ini berisi sejarah penjajahan Inggris di India dan benturan pasukan mereka dengan kelompok-kelompok perlawanan Muslim yang menganut pemahaman Islam seperti Muhammad bin Abdul Wahhab.

Banyak rekaman sejarah dalam buku itu yang seolah membawa deja vu ke alam sekarang. Yaitu saat kekuatan imperialis Barat berhadapan dengan umat Islam yang menurut mereka “puritan, radikal dan fanatik”.

Kini, pasukan Inggris, Amerika dan negara-negara sekutu mereka menghadapi kekuatan sejenis di Afghanistan, Irak dan Moro. Wajarlah jika mereka menuding bahwa semangat dan keberanian musuh mereka itu akibat dogma Wahabi.

Celakanya, perang imperialisme masa kini membawa label “menumpas terorisme”. Maka musuh Barat disebut teroris, dan ideologinya disebut sebagai ideologi teror. Jadilah paham Wahabi dituduh sebagai “akar ideologi teror”.

Hal ini membawa kenangan buruk saat perjuangan melawan kolonialisme dan imperialisme dituduh sebagai “ekstrimis fanatik”. Memang, stigma buruk yang dalam dunia intelijen dikenal sebagai black propaganda selalu menjadi sisi lain dari pedang perang dan konflik.

Tanpa perlawanan

Yang mengkhawatirkan juga, stigma buruk ini seolah tak mendapat perlawanan dari dunia Islam. Cendekiawan Muslim sekelas Azyumardi Azra saja seolah “pasrah” dengan tudingan buruk kepada “Islam Wahabi” (Resonansi Republika, Kamis, 15 Februari 2007).

Azyumardi mengutip isi buku karya Natana J. Delong-Bas,” Wahabi Islam: From Revival and Reform to Global Jihad” (Oxford/Cairo: Oxford University Press & American University Press, 2005).


Buku ini menyatakan bahwa pasca-11 September 2001 di Amerika Serikat, Wahabisme dianggap sebagai Islamic threat yang mengancam peradaban Barat; Wahabisme menjadi sumber inspirasi bagi Usamah bin Ladin dan Alqaidah dalam jihad global melawan dunia Barat dan sekutunya.


Wahabisme juga digambarkan sebagai aliran pemikiran dan mazhab yang paling tidak toleran dalam Islam, yang berusaha dengan cara apa pun –termasuk kekerasan– untuk pengembangan dan penerapan ‘Islam murni’, yang mereka pandang sebagai Islam yang paling benar.

Mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah ini kemudian mengklaim bahwa di Asia Tenggara, Wahabisme tidak pernah populer. Gerakan Padri di Minangkabau pada abad ke-19 yang dipimpin Tuanku Imam Bonjol disebutnya “dengan kekerasan memaksa kaum Muslimin di wilayah tersebut meninggalkan paham dan praktik Islam yang tercampur dengan tradisi lokal, dan sebaliknya agar mereka menjalankan Islam ‘murni’”.

Bahkan, dalam banyak kalangan Muslim di kawasan ini, istilah ‘Wahabiyah’ atau ‘Wahabisme’ merupakan semacam ‘anathema’, sesuatu yang negatif dan tidak baik. Sebab itu, anggapan Wahabiyah kian kuat di Indonesia atau tempat-tempat lain di Asia Tenggara merupakan kekhawatiran berlebihan yang tidak perlu, demikian menurut Azyumadri.

Benarkah demikian? Tudingan Wahabi justru selalu jadi alat penjajah Barat untuk memecah dan mengisolir kelompok Muslim yang menolak dan melawan hegemoni kolonialisme dan imperialisme dari saudara-saudara mereka yang berbeda madzhab atau paham.

Cap ini ibarat momok yang digunakan untuk menakut-nakuti kelompok lain. Menghambat dialog dan kerjasama antar elemen umat Islam dengan mengadu domba antara kelompok “moderat dan radikal”, cap lain yang juga mereka ciptakan.

Pengalaman di India

Di masa lalu, strategi belah bambu seperti ini berhasil membuat gerakan Syaikh Ahmad Irfan, yang gigih berjuang melawan penjajah Inggris di India dan hampir berhasil mendirikan sebuah negara (daulah) merdeka, dihancurkan oleh suku-suku bermadzhab Hanafi.

Para pemimpin suku itu dihasut Inggris bahwa paham Wahabi yang dimiliki Ahmad Irfan akan menggusur madzhab Hanafi yang mereka yakini. Operasi intelijen pun digelar untuk melayukan gerakan ini sebelum sempat berkembang, meminjam tangan suku-suku tersebut.

Daulah Ahmad Irfan pun tumbang, maka muluslah penjajahan Inggris di India. Jadilah para moyang Tony Blair, kini menggagas kerjasama Islam Indonesia-Inggris, menjadi penjajah yang rules the waves, menguasai gelombang lautan di seluruh penjuru dunia.

Kini jurus yang sama pun digelar untuk memecah dunia Islam. Tertuduhnya masih tetap Wahabi. Sasaran akhirnya pun sama, meredam perlawanan terhadap hegemoni Barat yang tetap kolonialis meski berkedok demokrasi dan liberalisme.

Sebodoh-bodoh keledai tak akan terantuk batu yang sama untuk kedua kalinya. Kini jaring operasi intelijen dengan mendaur ulang hantu Wahabi telah ditebar. Berikutnya apa?

(www.isra11.wordpress.com)

Diposting oleh Salam Kebangkitan Islam di 1:04 PM  
0 komentar

Posting Komentar